Rabu, 30 Oktober 2013

sanksi atas pelanggaran aturan rahasia bank


Pengertian Rahasia Bank
Dalam Pasal 1 angka 16 UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UUP 1992) dinyatakan bahwa rahasia bank adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal ini dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
Pengertian “kelaziman dunia perbankan” dijelaskan dalam penjelasan Pasal 40 yaitu “seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yan diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya”
Dari kedua pengertian di atas, maka terlihat bahwa pengertian rahasia bank menjadi sangat luas karena meliputi data dan informasi yang berhubungan dengan keuangan atau hal-hal lain dari nasabah baik mengenai simpanannya atau kredit (pinjaman) nasabah.
Namun kerahasiaan bank ini dikecualikan dalam hal kepentingan perpajakan, peradilan pidana, perkara perdata, tukar menukar informasi antar bank sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 40 (1) UU No.7 Tahun 1992.
“Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keuangan dalam hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib diharasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44”.
Berbagai pendapat yang berkembang tentang luas cakupan rahasia bank ini, maka dalam UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberi pengertian yang lebih sempit terhadap pengertian kepada rahasia bank.
Pasal 1 angka 28 UU No 10 Tahun 1998 menyatakan rahasia bank adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpangan dan simpanannya”.
2.1.3 Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1 butir 16 bab VII pasal 40, 42 , 43 , 44 , 45 ,dan Bab VIII pasal 47. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian diubah seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Rahasia bank yang dimaksud dalam Undang-undang No.10/1998 tersebut sangat berbeda dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992.
Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap rahasia bank, maka Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 mengubah pengertian rahasia bank dalam pasal 1 Butir 1 “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.
Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada data nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan pasal 40 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, namun penjelasan tersebut tetap kurang secara jelas menyelesaikan permasalahan tersebut. Penjelasan Pasal 40 tersebut adalah sebagai berikut:
“Apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank”.
Secara lebih rinci Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:
a. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
b. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
c. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
d. Pihak terafiliasi adalah:
1) Anggota dewan komisaris,pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank,
2) Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku,
3) Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya,
4) Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia (BI) turut memengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi dan keluarga pengurus.
2.1.4 Pengecualian terhadap Rahasia Bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan Undang-undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
a. Kepemimpinan Perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta.
b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor yang bersangkutan dan alasan diperlukan keterangan.
c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
d. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia
e. Tukar-menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
f. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis.
g. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
2.2 Sanksi Pelanggaran
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.
Pembukaan rahasia bank yang tidak mengacu kepada ketentuan dari BI berdasarkan Pasal 51 Ayat 1 Undang-undang tentang Perbankan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai kejahatan, dan diancam dengan ketentuan pidana dan sanksi administratif sebagaimana diatur di dalam Pasal 47 dan Pasal 47A jo. Pasal 52 yaitu sebagai berikut:
2.2.1. Sanksi Pidana
1. Di dalam pembukaan rahasia bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, tanpa membawa perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).
2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja membuka rahasia bank di mana tidak melalui prosedur yang telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah).
3. Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau membuka rahasia bank di mana telah ditempuh prosedur sebagaimana telah diuraikan di atas, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
2.2.2 Sanksi Administratif
Bahwa selain ketiga sanksi pidana tersebut di atas, untuk tiap sanksi pidana, pihak pimpinan Bank Indonesia selain dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan atau menambah sanksi administratif sebagai berikut:
a. Denda uang;
b. Teguran tertulis;
c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. Pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham atau rapat anggota koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
g. Pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
Bahwa pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar